JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Prestasi ganda putri Indonesia di beberapa turnamen terakhir bikin kesabaran Eng Hian habis. Pelatih kepala ganda putri pelatnas itu menjatuhkan ultimatum. Terutama buat Della Destiara Haris/Rizki Amelia Pradipta. Sejak dipasangkan lagi pada April lalu, pasangan nomor dua Indonesia itu tidak menunjukkan progres sama sekali.
Terbukti, dalam lima turnamen BWF Tour, tak sekalipun mereka melangkah lebih dari babak kedua. Terakhir, Della/Rizki kandas di babak pertama Thailand Open. Dikalahkan pasangan Jepang Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto. Alhasil, pasangan yang tahun lalu sempat mencapai peringkat 9 BWF itu kini terperosok ke peringkat 17. Kans meraih tiket Olimpiade Tokyo 2020 pun makin jauh.
Menurut Eng Hian, dari turnamen ke turnamen, mereka memiliki masalah yang sama. Yakni kurang motivasi. “Evaluasi setiap turnamen hampir selalu sama. Semua sudah tahu kekurangan dan kelemahannya di mana saja,’’ omel Didi, sapaannya. ‘’Tetapi saya tidak meluhat usaha keras mereka untuk memperbaiki,” imbuh dia.
Karena itu, peraih perunggu Olimpiade Athena 2004 itu mengancam bakal mencoret mereka dari kandidat peserta Olimpiade. Itu dilakukan jika hingga akhir tahun gagal masuk peringkat 10 besar. “Kalau tidak bisa, saya stop memberikan kesempatan untuk dapat tiket ke Olimpiade. Lebih baik kesempatan itu saya berikan kepada pemain-pemain muda,” tegas Didi.
Selama ini, Della/Rizki memang diandalkan sebagai pelapis Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Namun, karena prestasi mentok, awal tahun ini mereka dipisah. Sayang, hasilnya juga tidak oke-oke amat. Akhirnya disatukan lagi. Entah kenapa, mereka gagal menemukan chemistry seperti saat awal dipasangkan pada 2017 silam. Saat itu, mereka tampak menjanjikan.
Namun, kegusaran Didi tidak hanya tertuju pada Della/Rizki saja. Pasangan Yulfira Barkah/Jauza Fadhila Sugiarto pun tak lepas dari ultimatum. Bahkan, ancamannya lebih kejam. “Permasalahan mereka hampir sama. Kejuaraan Dunia akan jadi turnamen terakhir kalau mereka tidak bisa menunjukkan hasil yang luar biasa,” kata Didi.
Yulfira/Jauza dipasangkan sejak tahun lalu. Prestasi mereka juga lumayan. Mampu menembus semifinal dua turnamen berlevel super 300. Yakni Macau Open dan Thailand Masters. Namun, tahun ini gembos juga. Prestasi tertinggi mereka hanya perempat final Malaysia Masters (super 500) pada Januari. Setelah itu, dari 10 turnamen yang diikuti, tujuh di antaranya selesai di babak pertama.
Kabid Binpres PP PBSI Susy Susanti mendukung rencana Didi. Dia juga sudah mengevaluasi hasi tiap kejuaraan. “Saat ini prioritas memang untuk Olimpiade. Tapi kalau tidak memungkinkan, kami kasih warning juga,” kata Susy. Soal kans ke Tokyo, lanjut Susy, bukan hanya prestasi yang jadi ukuran. Tapi juga usia, berapa kali berganti pasangan, dan berapa lama mereka di pelatnas.(gil/na/jpg)